Munir


Munir

Mayjen TNI (Purn) Muchdi Purwopranjoyo, mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN), terdakwa pembunuh Munir Said Thalib, pada 31 Desember 2008 akhirnya divonis bebas oleh majelis hakim yang diketuai Suharto di PN Jakarta. Jaksa Cyrus Sinaga dinilai tak bisa membuktikan “motif dendam”.

Sebelumnya, Jaksa Cyrus mengurai motif mantan Danjen Kopassus itu “menghabisi”  terkait langkah Munir mengungkap kasus penculikan aktivis mahasiswa 1997-1998 oleh Tim Mawar Kopassus. Ia lalu dicopot dari Danjen Kopassus yang baru diemban 52 hari. Ini menyebabkannya sakit hati dan dendam.

Dakwaan terhadap Muchdi juga didasarkan atas keterangan Corporate Security PT Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto (telah divonis 20 tahun). Polly mengaku sudah mendapatkan “ikan besar” di Singapura. Maknanya, lanjut Jaksa Cirus, dia berhasil membunuh Munir.

Atas tuduhan itu, BIN tak bisa begitu saja lepas tangan dari konsekuensi hukum yang dihadapi Muchdi. Apalagi, Polly, mantan Dirut Garuda Indra Setiawan, dan Direktur VI BIN Budi Santoso, juga menyebut Muchdi, mantan Kepala BIN Hendropriyono, serta Wakilnya M. As’ad Ali di persidangan.

Haruskah BIN membuka misteri kematian Munir secara transparan? Tak ada salahnya jika BIN terpaksa harus membukanya. Mengapa harus Munir dibunuh? Siapa sebenarnya  pelakunya? Adakah ini berkaitan dengan aktivitasnya sebagai pembela HAM Indonesia? Adakah ini hasil operasi Indonesia Contra?

Artinya, Munir justru dihabisi intelijen asing (baca: Central Inteligence Agency-CIA) dalam operasi Indonesia contra? Mengapa Polly terbang satu pesawat dengan Munir? Ini tak diungkap secara transparan – meski di persidangan terungkap, dia jaringan BIN. Apa benar “ikan besar” itu adalah Munir thok?

Rencana Munir melanjutkan studinya di Belanda sebenarnya telah diketahui BIN atas laporan agen yang dekat dengan Munir. Selain untuk studi dengan biaya sebuah lembaga asal Amerika Serikat (AS), sedianya pada 7 September 2004 itu Munir mau menyerahkan “dokumen rahasia” pelanggaran HAM.

Konon, Munir dari Jakarta membawa 2 tas. Koper berisi pakaian, dan tas kerja hitam isinya dokumen pelanggaran HAM di Indonesia seperti peristiwa Tanjungpriok, Warsidi Lampung, Timor-Timur, dan Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh. Jadi, “ikan besar” itu  adalah sandi dari “dokumen rahasia”?

Sejak berangkat dari Jakarta, Munir dikawal 6 agen asing yang beroperasi Indonesia. Mereka membayangi Munir untuk memastikan keamanan selama perjalanannya. Tapi, ternyata mereka tahu jika keberangkatan Munir itu juga dibayangi agen BIN. Sehingga, rencana itu gagal. Jadi, ini masalahnya!

Sebagai jaringan BIN, wajar jika Polly juga tahu rencana “serah-terima” dokumen di Bandara Changi, Singapore. Makanya, Polly selalu bersama Munir hingga rehat di Café Bean, Changi. Karena gagal, agen asing yang menyaru sebagai pelayan café itu meracuni minuman Munir dengan arsenik cair.

Padahal, Polly sempat mencegah agar Munir tak meminumnya, dan menawarkan kopi pesanannya, tapi ditolak. Beberapa saat sebelum meninggalkan cafe, Munir mulai tampak linglung. Bisa jadi, Munir dibunuh karena dianggap membahayakan jika BIN menangkap Munir dan agen asing penerima tas itu.

Supaya jaringan intelijen asing ini tak terbongkar, maka Munir harus dihabisi. Selang sekitar 3 jam setelah Garuda meninggalkan Bandara Changi, melanjutkan perjalanan ke Amsterdam, Munir mulai sakit perut dan muntah. Pertolongan dr. Tarmizi Hakim di atas pesawat, gagal: Munir tewas!

Anehnya, hasil otopsi lembaga forensik pemerintah Belanda (Netherland Forensisch Instituut-NFI) baru diketahui 2 bulan kemudian. Disebutkan, di lambung Munir terdapat kandungan racun arsenik melebihi batas maksimal yang bisa ditoleransi tubuh: 456 mg.

Mengapa NFI menyerahkan hasil otopsinya pada Indonesia begitu lama? Mungkinkah lembaga intelijen Belanda FDN terlibat dalam operasi Indonesia contra ini? Bukanlah rahasia lagi, beberapa lembaga intelijen asing rajin mendanai LSM dan aktivis “pejuang” HAM di Indonesia.

Untuk membuktikan sinyalemen itu, ada baiknya dilakukan audit terhadap beberapa Lembaga LSM di Indonesia, darimana dana pendukung aktivitas mereka. Bukan tidak mungkin, KONTRAS yang didirikan Munir juga pernah/sering menerima dana bantuan semacam itu.

Imbalannya, melalui LSM yang dibiayainya, intelijen asing bisa memperoleh beragam informasi penting seperti dokumen rahasia yang saat itu dibawa Munir hingga di Bandara Changi. Sayangnya, begitu Munir ditemukan tewas, tas hitam itu raib. Entah dari intelijen mana yang mengambilnya.

Dengan kematian Munir, pihak yang paling dirugikan adalah intelijen Indonesia (baca: BIN). Sebab, BIN menganggap, Munir adalah aset negara yang bisa dimanfaatkan untuk membongkar jaringan intelijen asing yang beroperasi di Indonesia. Jadi, tidak mungkin BIN terlibat pembunuhan Munir.

Apalagi, penyebab kematian Munir adalah racun arsenik cair yang tak dimiliki BIN. Dari puluhan jenis racun arsenik, yang meracuni Munir adalah jenis arsenik yang hanya dimiliki CIA. Dari investigasi BIN di Changi setelah kasus itu, pelayan yang mengantar minuman sudah tidak ada lagi.

Terungkap pula, ternyata si pelayan baru bekerja di café itu sekitar 3 bulan. Setelah Munir terbunuh, pelayan ini menghilang. Pemilik café juga berganti. Jadi, sejak 3 bulan sebelumnya, Munir menjadi target operasi Indonesia contra. Berhasil atau gagal memberi dokumen, Munir tetap dibunuh!

Bagi intelijen asing, dokumen yang dibawa Munir itu sangat penting. Sebab, dengan dokumen itu, mereka bisa menyeret Indonesia ke Mahkamah Internasional di Denhaag, Belanda. NFI sendiri cenderung mempersulit pemerintah Indonesia ketika meminta hasil otopsi dan sample organ Munir.

Itu yang memperkuat dugaan, operasi Indonesia contra atas Munir ini juga melibatkan intelijen FDN. Terlebih lagi, Suciwati, istri Munir menolak otopsi ulang. Padahal, dengan otopsi ulang atas jenazah Munir, bisa mengungkap dugaan adanya keterlibatan agen asing dalam pembunuhan Munir ini.

Sayangnya, Polri tak berusaha menyentuh dugaan tersebut. Polri lebih suka mengusik mantan pejabat BIN seperti Muchdi. Padahal, di manapun tidak semua operasi intelejen bisa dibuka secara transparan. Jadi, ada baiknya BIN mengungkap hasil investigasinya ke publik agar tidak timbul fitnah.*

Semoga bermanfaat artikel yang berjudul munir , artikel ini saya temukan di NOTEPAD . Bagi yang berkepentingan. Ini bukan tulisan kami. Sumbernya kami lupa dari mana.Bagi yang tau dan pernah baca Postingan ini silahkan. Beritahu kami.Postingan ini ,sekedar mengingat-ingat kasus munir. Terima kasih


50 respons untuk ‘Munir

  1. Ya sekali-kali yang pertama koment, Alhamdulillah ada beberapa file kami yang ada di notepad . Kami pikir untuk sekedar mengingat-ingat kasus munir dan menelusuri artikel ini milik siapa , apakah kawan2 punya infonya.

    Suka

  2. hmm,,, dr sedikit perkembangan kasus yg coba kuikuti ttg kasus munir ini,

    aku lbih merasa Muchdi adl korban konspirasi dr sebuah konspirasi yg lebih besar.

    cuman, memang susah klo bicara operasi intelijen.
    Militer lah yg terbiasa bermain cantik sementara Polisi belum setangguh intelijen di level tentara yg ready untuk pertempuran..

    huft….
    speechless bro…

    Suka

  3. salah satu kasus yang gak pernah terselesaikan… gak heran deh kalo di Indonesia, hukum berasa hangat2 ta** ayam… awalnya aja heboh habis itu gak tau ilang ke mana^^

    Suka

  4. “…artikel ini saya temukan di NOTEPAD . Bagi yang berkepentingan. Ini bukan tulisan kami. Sumbernya kami lupa dari mana.Bagi yang tau dan pernah baca Postingan ini silahkan. Beritahu kami…..”

    Anda kok lucu sih, mempublish artikel begini tapi lupa sumbernya. Bisa saja kan orang menyangka tulisan anda mengada-ada dengan alasan ” sumbernya kami lupa..”

    salam

    Suka

    1. pak dhe memang sangat lucu dan meyebalkan. aku sendiri mamang tak mencatat sumbernya. mangkanya di publish dan ditulis agar bisa tau dari mana sumbernya. dan masih ada beberapa yang sumber ga ada. Bisa jadi dan bila ada yang berpendapat mengada-ngada . silahkan berkomentar .bahwa ini tulisan ini mengada – ngada . terima kasih atas kunjungannya

      Suka

  5. Saya setuju dengan inti pikiran tulisan ini, Kawan. Sebaiknya BIN terbuka soal investigasinya ke publik. Tapi, mengapa hal itu tak dilakukan oleh BIN, adakah alasan lain lagi?

    Suka

  6. Indonesia selamanya tidak akan pernah bersih dari korupsi, mafia pajak dan berbagai hal yang merugikan negara, selama polisi, jaksa, hakim, dpr serta jajaran pemerintah moralnya belum di perbaiki.

    Suka

  7. HHmmm …
    Jadi merinding saya …

    Saya tidak tau betul atau tidak isi tulisan ini …

    Saya hanya bisa berharap …
    Semoga semuanya bisa berjalan kearah yang Lebih Baik …

    Salam Saya …

    Suka

  8. Sebenernya saya kurang setuju dengan penyebutan Muhdi sebagai mantan danjen kopassus. karena kejadian ini memang terjadi setelah beliau “lengser”, jadi ada baiknya kita mengungkapkan sebagai bagian dari sindikat saja. ada baiknya tanpa menyebutkan “jabatan” sebelumnya….

    Suka

  9. wah..makasih infonya bang..
    satu lagi versi mengenai kematian munir…
    setidaknya bisa mencegah kita dari penyakit amnesia atas kasus-kasus yang terjadi di negeri ini…
    makasih bang..
    salam

    Suka

Tinggalkan komentar